TUGAS GEOGRAFI SEMESTER 2
Oleh :shokib mulato
Kelas : X.4
No abs : 28
WORLD AGROFORESTRY CENTRE
Subekti Rahayu Rudy Harto Widodo Meine van Noordwijk Indra Suryadi Bruno Verbist
DI DAERAH ALIRAN SUNG
Subekti Rahayu, Rudy Harto Widodo, Meine van Noordwijk, Indra Suryadi dan Bruno Verbist
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
MONITORING AIR
Sitasi:
Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009. Monitoring air
di daerah aliran sungai. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - Southeast Asia
Regional Office. 104 p.
ISBN:
979-3198-45-3
“Mengutip sebagian isi buku ini diperbolehkan, dengan menyebutkan sumber dan
penerbitnya”
2009
World Agroforestry Centre
ICRAF Asia Tenggara
Jl. CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang,
Bogor 16115
PO Box 161, Bogor 16001
Indonesia
Tel: +62 251 8625415
Fax: +62 251 8625416
Email: icraf-indonesia@cgiar.org
www.worldagroforestry.org/sea
Foto cover:
Maria Arweström (atas) dan Andy Dedecker & Ans Mouton (bawah)
Disain dan tata letak:
Tikah Atikah, ICRAF SEA
KATA PENGANTAR 1
UCAPAN TERIMAKASIH 5
I. MEMAHAMI LANSKAP DAERAH ALIRAN SUNGAI
II. PENGUKURAN PARAMETER HIDROLOGI 25
III. PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI SECARA FISIK-KIMIA 37
IV. PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI SECARA BIOLOGI DENGAN
MAKROINVERTEBRATA 49
1. Apa yang perlu diperhatikan dalam menilai lanskap Daerah Aliran Sungai? 7
1.1. Terrain dan Geomorfologi 8
1.2. Pola pengaliran air dan penyimpanan air 9
1.3. Tanda ketidakstabilan lereng 18
1.4. Indikasi erosi dan sedimentasi 20
2.1. Debit sungai 25
2.1.1. Persiapan pengukuran debit 25
2.1.2. Pelaksanaan pengukuran debit 26
2.1.3. Monitoring debit 30
2.2. Menetapkan muatan sedimen di sungai 31
2.2.1. Pengambilan contoh sedimen melayang 32
2.2.2. Penetapan konsentrasi sedimen 34
3.1. Pendahuluan 37
3.2. Pengertian kualitas air 37
3.3. Pemantauan kualitas air secara fisik 38
3.3.1. Karakteristik peubah-peubah fisik 38
3.3.2. Prosedur pengukuran 39
3.4. Pemantauan kualitas air secara kimia 41
3.4.1. Karakteristik peubah-peubah kimia 42
3.4.2. Prosedur pengukuran 45
4.1. Pengertian pemantauan secara biologi (biomonitoring) 49
4.2. Mengapa Menggunakan Makroinvertebrata? 50
7
DAFTAR ISI
i
4.3. Prosedur Pengambilan Contoh 51
4.3.1. Persiapan pengambilan contoh 51
4.3.2. Pengambilan contoh 53
4.3.3. Pemisahan dan identifikasi contoh 57
4.4. Analisa data dan pendugaan kualitas air 59
4.4.1. BISEL Biotik Indeks (BBI) 59
4.4.2. Famili Biotik Indeks (FBI) 60
5.1. Mengapa indikator fungsi DAS diperlukan? 67
5.2. Fungsi Transmisi 70
5.2.1. Neraca air pada tingkat plot 70
5.3. Fungsi Penyangga 74
5.4. Fungsi pelepasan air secara bertahap 80
5.5. Fungsi mempertahankan kualitas air 81
5.6. Fungsi mempertahankan kondisi tanah yang baik 82
5.6.1. Pengukuran 85
5.6.2. Pemodelan degradasi fisik dan proses rehabilitasi 86
Prinsip dasar dalam pemulihan tanah terdegradasi: temuan baru 88
5.7. Indikator-indikator kuantitatif bagi fungsi hidrologi DAS 89
5.8. Pembahasan 90
V. INDIKATOR KUANTITATIF FUNGSI DAS 67
PUSTAKA 93
monitoring air di daerah aliran sungai
ii
KATA PENGANTAR
Indonesia memiliki jutaan hektar lahan kritis dan daerah aliran sungai (DAS)
yang terdegradasi, sehinga perlu dilakukan upaya perbaikan. Salah satu cara
untuk memperbaiki DAS terdegradasi adalah melalui kampanye penanaman
pohon. Selain itu, diperlukan pula upaya untuk memperbaiki kebijakan yang
berkaitan dengan tata guna dan pengelolaan lahan kritis dan DAS.
Berbagai surat kabar dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati
lingkungan selalu menyoroti masalah perusakan hutan dan penebangan liar
setiap kali terjadi bencana banjir dan tanah longsor. Hilangnya hutan
dianggap sebagai satu-satunya penyebab hilangnya fungsi hidrologi DAS dan
masyarakat yang tinggal di pegunungan seringkali dianggap sebagai
penyebab rusaknya lingkungan. Padahal, jika kita amati lebih seksama,
banyak daerah di Indonesia dan Asia Tenggara yang memiliki keindahan alam
luar biasa namun tetap memiliki fungsi DAS yang baik meskipun tidak lagi
mempunyai hutan alam yang luas. Terpeliharanya kondisi DAS terjadi
karena aliran sungai dikelola dengan baik, apalagi didukung oleh insititusi
sosial yang menjaga keseimbangan antara kepentingan umum maupun
individu. Masyarakat telah menyadari bahwa dengan menanam pohonpohon
bernilai ekonomi di sela-sela sistem pertanian berarti mereka telah
mempertahankan DAS karena pepohonan mampu menjaga kestabilan lereng
perbukitan dan menahan hilangnya tanah akibat erosi dan aliran air.
Berhasil tidaknya masyarakat dalam mengelola lanskap suatu DAS
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut yang saling berinteraksi:
jumlah penduduk (beserta ternak) dan bagaimana mereka saling
berinteraksi, termasuk interaksinya dengan pemerintah daerah.
Sebagai contoh, apakah mereka mempunyai aturan adat dan apakah
aturan adat tersebut masih mereka terapkan dalam kehidupan seharihari
sistem penggunaan lahan atau jenis tutupan lahan dapat berbentuk
hutan alam, hutan bekas tebangan, tanaman pangan, pohon bernilai
ekonomis, padang rumput dan pematang yang ditanami makanan
ternak, jalan dan jalan setapak serta perumahan
_
_
_
_
_
kondisi tanah, seperti tingkat kepadatan tanah, tingkat penutupan
tanah oleh lapisan seresah, organisme tanah dan perakaran
tumbuhan yang berperan dalam menjaga struktur tanah dari
pemadatan
topografi lahan dan geologi tanah yang berkaitan dengan kecuraman
lereng, bukti adanya pergerakan tanah, sejarah geologi, gempa bumi
dan gunung meletus, keseimbangan antara pembentukan tanah dan
erosi
iklim dan cuaca yang berkaitan dengan curah hujan dan pola musim,
siklus harian cahaya matahari dan intensitas hujan (hujan lebat,
gerimis), pola aliran sungai yang mengikuti pola bebatuan dan
perbukitan, ada tidaknya 'meandering' (pembetukan kelokan sungai)
yang menyebabkan sedimentasi tanah yang mungkin berasal dari
erosi dan tanah longsor, yang dianggap merusak di masa lalu, namun
akhirnya menjadi lahan yang subur.
Dalam memecahkan masalah pengelolaan lanskap harus ada kerja sama
secara terpadu antar berbagai disiplin ilmu seperti sosial politik, konservasi,
kehutanan, perencanaan wilayah, tanah, georgafi, geologi, hidrologi.
Masing-masing disiplin ilmu ini harus saling mengisi dan tidak dapat berdiri
sendiri. Kerjasama yang terpadu sangat diperlukan untuk memahami
kelebihan masing-masing displin ilmu, serta memahami pengetahuan dan
persepsi masyarakat dan pengambil kebijakan dalam memandang dan
menyikapi permasalahan dalam pengelolaan lanskap. Untuk itu komunikasi
yang terbuka antar pemangku kepentingan (peneliti/ilmuwan, masyarakat
dan pemerintah/pembuat kebijakan) perlu dijaga dan ditingkatkan.
Buku ini merupakan sumbangan kami dalam upaya meningkatkan komunikasi
antar pemangku kepentingan dalam upaya pengelolaan DAS. Buku ini berisi
pengalaman-pengalaman kami di ICRAF dalam mendiagnosa dan memantau
permasalahan dalam pengelolaan DAS. Topik utama yang diangkat dalam
buku ini adalah fungsi hidrologis DAS khususnya (i) interaksi antara lanskap
dengan curah hujan dan (ii) lanskap sebagai habitat bagi organisme air yang
berfungsi sebagai penunjuk kualitas air dan tingkat pencemaran. Hasil
pengamatan ini kami harapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para
pemangku kepentingan dalam berdiskusi dan bernegosiasi dalam upaya
mengelola DAS dengan baik sehingga menguntungkan semua pihak. Isu yang
berkaitan dengan pengelolaan DAS tidak hanya sekedar membebaskan X
juta hektar lahan kritis dengan menanam pohon. Namun, pengelolaan DAS
monitoring air di daerah aliran sungai
2
memiliki dimensi permasalahan yang berbeda-beda dan masing-masing
permasalahan membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda pula.
Fungsi DAS dapat ditinjau dari dua sisi yaitu sisi ketersediaan (supply) yang
mencakup kuantitas aliran sungai (debit), waktu, kualitas aliran sungai, dan
sisi permintaan (demand) yang mencakup tersedianya air bersih, tidak
terjadinya bencana banjir, tanah longsor serta genangan lumpur (Gambar 1).
Sulitnya mendapatkan air bersih merupakan faktor penentu utama
kemiskinan dan buruknya kesehatan. Hal ini juga tertera dalam 'Tujuan
Pembangunan Milenium' (Millenium Development Goals). Masalah
persediaan air yang tidak mencukupi dan tidak tepat waktu bagi masyarakat
di daerah hilir dapat ditangani dengan dua pendekatan:
1) , biasanya diterapkan pada badan sungai di bagian
tengah DAS, antara lain dengan meningkatkan kecepatan aliran sungai
untuk mengurangi banjir di tempat-tempat yang rawan; membuat
waduk atau dam sebagai tempat penampungan air sementara;
membuat pipa atau penampung air (embung, menara air) untuk
mendistribusikan air minum dari sumber di hulu ke konsumen di hilir.
2) di hulu, dengan menetapkan kawasan
hutan lindung
Dua cara penanganan lain yang kami tambahkan pada tulisan ini adalah:
3) : kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
banyak kerusakan dialami oleh masyarakat akibat banjir karena
masyarakat tersebut 'tinggal pada tempat dan waktu yang salah'.
Upaya-upaya perencanaan tata ruang yang bertujuan untuk
menghindari atau menurunkan kerusakan di hilir perlu dilakukan
4) : pendekatan ini dapat
menjadi pelengkap berbagai peraturan yang ada yang bersifat
mengikat. Insentif berupa imbal jasa lingkungan sudah cukup dikenal
dan menjadi topik hangat di setiap dialog dan debat yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya alam. Namun demikian masih
perlu diuji keberhasilannya dalam penerapan di lapangan.
Pendekatan teknis
Pendekatan tata guna lahan
Perencanaan tata ruang
Pembayaran dan imbal jasa lingkungan
3
monitoring air di daerah aliran sungai
Bab-bab di dalam buku ini memaparkan bagaimana petani dan
peneliti/ilmuwan dapat bersama-sama menilai 'titik lemah' suatu lanskap yang
berdampak besar terhadap situasi dan kondisi di daerah hilir sungai (Bab I),
bagaimana memantau sedimen dalam air sungai (II) dan sifat fisika dan kimia
air sungai (Bab III) serta bagaimana memanfaatkan organisma air untuk
menduga kualitas air sungai (Bab IV). Kami juga memberikan contoh
bagaimana mengukur dan memantau aliran air dengan menggunakan
beberapa indikator kuantitatif. Indikator ini dapat digunakan sebagai indeks
dalam menilai dan membandingkan pola hubungan aliran air sungai dengan
hujan yang terjadi saat ini, sebagai dasar untuk memantau perubahan fungsi
hidrologis pada skala sub-DAS.
Gambar 1. Hubungan imbal balik antara daerah hulu sebagai penyedia fungsi DAS dari segi kuantitas,
waktu dan kualitas aliran sungai dengan karakteristik lokasi/daerah baik yang bersifat permanen
(seperti geologi dan topografi) maupun tidak permanen seperti tipe tata guna lahan serta dampaknya
pada daerah hilir seperti pemakai air dan pemangku kepentingan lainnya (PIJL = Pembayaran/Imbal
Jasa Lingkungan)
monitoring air di daerah aliran sungai
4
PIEJSL
PReergautluartaionn
Spatial
planning
Perencanaan
spasial
‘Permanent’ site
characteristics Upland land use Karakteristik
‘Permanen’ lokasi
Penggunaan lahan
dataran tinggi
poverty
Watershed
functions
Downstream
water users &
stakeholders
Pengguna air di
daerah hilir & para
pemangku
kepentingan
Teknologi
sungai
kpeomvisekrintyan
Fungsi
DAS
Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Vlaamse Interuniversitaire Raad (VLIR-Project) dan Reward for
Upland Poor Environmental Services (RUPES) yang telah memberikan dana
sehingga buku ini dapat terbit.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Beria
Leimona selaku RUPES Project Coordinator, kepada Dr. Fahmuddin Agus
(Balai Besar Pengelolaan Sumber Daya Lahan), Dr. Kasdi Subagyono (Balai
Penelitian Tanaman Pangan) dan Dr. Agus Priyono (Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor), Betha Lusiana sebagai 'reviewer' atas saran dan komentarnya,
kepada Susanto, Warto, Endri Subagyo dan Asep Nuranjani yang telah
banyak membantu kegiatan lapang pengambilan contoh macroinvertebrata
di Way Besai, Sumberjaya.
Tanpa sentuhan tangannya, buku ini tidak mungkin tampil cantik dan
menarik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Tikah
Atikah atas designya.
UCAPAN TERIMA KASIH
I. MEMAHAMI LANSKAP DAERAH
ALIRAN SUNGAI
1. Apa yang perlu diperhatikan dalam menilai lanskap Daerah
Aliran Sungai?
Lanskap adalah panorama suatu bidang di permukaan bumi yang merupakan
hasil dari proses-proses geomorfologi. Lanskap tersusun oleh komponen
berupa daratan, tanah dan penutup lahan. Salah satu contoh lanskap di
permukaan bumi adalah Daerah Aliran Sungai (DAS).
DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa
sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai
yang melaluinya. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
serta sumber air lainnya. Penyimpanan dan pengaliran air dihimpun dan
ditata berdasarkan hukum alam di sekelilingnya sesuai dengan keseimbangan
daerah tersebut. Proses tersebut dikenal sebagai siklus hidrologi (Gambar 1.1.)
Evaporasi kanopi
Transpirasi
Curahan tajuk
Aliran batang
Evaporasi
permukaan
Perkolasi
Aliran dasar
Aliran lateral
Air tanah
Air bumi
Aliran permukaan Infiltrasi
(run off, run on)
Hujan
Intersepsi
Gambar 1.1. Siklus hidrologi dalam lanskap
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Akhir-akhir ini, persoalan seperti erosi, sedimentasi, longsor dan banjir pada
DAS intensitasnya semakin meningkat. Persoalan-persoalan tersebut
merupakan bentuk respon negatif dari komponen-komponen DAS terhadap
kondisi curah hujan. Kuat atau lemahnya respon sangat dipengaruhi oleh
monitoring air di daerah aliran sungai
8
karakteristik DAS baik secara fisik, maupun sosial ekonomi serta budaya
masyarakatnya.
Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses
hidrologi pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya
masyarakat adalah variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan
kondisi hidrologi DAS. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakteristik
fisik DAS, dalam hal ini 'terrain' dan geomorfologi, pola pengaliran dan
penyimpanan air sementara pada DAS, dapat membantu mengidentifikasi
daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap terjadinya persoalan DAS,
serta perancangan teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan kondisi
setempat.
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari formasi bentang lahan dan
susunannya, yang meliputi bentuk muka bumi sebagai suatu kenampakan
bentang alam pada satu cakupan yang luas (lanskap) sampai cakupan yang
lebih detail berupa bentuk lahan ('landform') dan pola topografinya
('terrain'). 'Landform' dan 'terrain' terbentuk dari proses struktural (lipatan,
patahan dan pengangkatan), proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi,
pengendapan dan vulkanisme yang menghasilkan konfigurasi ragam bentuk
muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran. Tingkat lebih
detail pengenalan unsur-unsur 'terrain' sangat diperlukan dalam mempelajari
karakteristik lanskap, khususnya karakteristik yang mempengaruhi besarnya
potensi limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor. Unsur 'terrain'
seperti kemiringan lereng, panjang lereng, arah lereng, konfigurasi lereng
serta keseragaman lereng sangat penting untuk diidentifikasi.
1.1. Terrain dan Geomorfologi
1.1.1. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng merupakan
ukuran kemiringan lahan relatif
terhadap bidang datar yang secara
umum dinyatakan dalam persen
atau derajat. Kemiringan lahan
sangat erat hubungannya dengan
besarnya erosi. Semakin besar
kemiringan lereng, peresapan air
hujan ke dalam tanah menjadi lebih
kecil sehingga limpasan permukaan
dan erosi menjadi lebih besar.
Tabel 1.1. Klasifikasi lereng
No Relief Lereng (%)
1 Datar 0-3
2 Berombak/landai 3-8
3 Bergelombang/agak miring 8-15
4 Berbukit/miring 15-30
5 Agak curam 30-45
6 Curam 45-65
7 Sangat curam >65
Sumber: Arsyad (2000)
1.1.2. Panjang lereng
1.1.3. Konfigurasi lereng
1.1.4. Keseragaman Lereng
1.1.5. Arah Lereng
1.2. Pola pengaliran dan penyimpanan air
Panjang lereng merupakan ukuran panjang suatu lahan mulai dari titik awal
kemiringan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam sungai atau titik
mulai berubahnya kemiringan. Semakin panjang suatu lereng makin besar
aliran permukaan yang mengalir menuju ke ujung lereng, sehingga
memperbesar peluang erosi. Besarnya erosi yang terjadi di ujung lereng lebih
besar daripada erosi yang terjadi di pangkal lereng. Hal ini akibat adanya
akumulasi aliran air yang semakin besar dan cepat di ujung lereng.
Lereng dapat berbentuk cembung atau cekung. Lereng berbentuk cembung
mudah mengalami erosi lembar sedangkan lereng berbentuk cekung akan
mudah mengalami erosi parit atau alur.
Lereng memiliki kemiringan tidak seragam, artinya pada tempat tertentu
kemiringannya curam dan diselingi dengan lereng-lereng datar. Pada kondisi
lereng yang tidak seragam, besarnya erosi lebih kecil bila dibandingkan
dengan lereng yang seragam.
Arah lereng adalah arah hadap lereng terhadap arah mata angin yang
ditunjukkan dengan utara (U), timur laut (TL), timur (T), tenggara (TG),
selatan (S), barat daya (BD), barat (B) dan barat laut (BL). Arah lereng sangat
menentukan tingkat penyinaran matahari dan curah hujan yang turun. Pada
lereng yang mendapatkan sinar matahari langsung dan lebih intensif
cenderung mengalami erosi lebih besar daripada lereng yang tidak
mendapatkan penyinaran matahari secara langsung. Pada umumnya curah
hujan terjadi di bagian lereng yang mendapatkan angin dan sebagian kecil
saja yang terjadi di bagian lereng belakang.
Pola pengaliran dan penyimpanan air dalam DAS sangat dipengaruhi oleh
karakteristik tanah, bahan induk (geologi), morfometri DAS dan penggunaan
lahan. Karakteristik ini menentukan banyaknya air hujan yang dialirkan atau
tertahan, kecepatan aliran, dan waktu tempuh air dari tempat terjauh sampai
dengan outlet (waktu konsentrasi) yang berpengaruh pada kejadian banjir,
baik banjir yang berbentuk genangan (inundasi) maupun banjir bandang
pada DAS tersebut.
9
monitoring air di daerah aliran sungai
1.2.1. Tanah
Tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan. Karakteristik tanah dan
sebaran jenisnya dalam DAS sangat menentukan besarnya infiltrasi limpasan
permukaan ('overland flow') dan aliran bawah permukaan ('subsurface
flow'). Karakteristik tanah yang penting untuk diketahui antara lain berat isi,
tekstur, kedalaman, dan pelapisan tanah (horison).
3 Berat isi tanah merupakan ukuran masa per volume tanah (gr/cm ), termasuk
di dalamnya volume pori-pori tanah. Berat isi tanah bersama dengan tekstur
dan bahan organik tanah menentukan besarnya infiltrasi. Semakin tinggi nilai
BI, tanah tersebut semakin padat yang berarti semakin sulit meneruskan air.
Berat isi tanah dapat dikategorikan sebagai berikut:
_Rendah: < 0.9
_Sedang: 0.9-1.1
_Tinggi: > 1.1
Tekstur merupakan perbandingan komposisi (%) butir-butir penyusun tanah
yang terdiri dari fraksi pasir (50μm - 2mm), debu (50 m - 2 m), dan liat (<
2μm). Semakin halus tekstur tanah, semakin tinggi kapasitas infiltrasinya.
Kelas tekstur tanah dikategorikan menjadi:
Persentase kandungan pasir, debu dan liat dari masing-masing kategori kelas
tekstur disajikan dalam segitiga tekstur (Gambar 1.2).
Kedalaman tanah atau solum (cm) merupakan ukuran ketebalan lapisan
tanah dari permukaan sampai atas lapisan bahan induk tanah. Pada profil
tanah solum tersebut mencakup horison A dan B. Ketebalan solum
mempengaruhi kapasitas penyimpanan air, yang secara umum dapat
dibedakan menjadi:
a. Berat isi tanah (BI)
b. Tekstur tanah
c. Kedalaman tanah
μ μ
_Sangat halus (sh): liat
_Halus (h): liat berpasir, liat, liat berdebu
_Agak halus (ah): lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu
_Sedang (s): lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu,
debu
_Agak kasar (ak): lempung berpasir
_Kasar (k): pasir, pasir berlempung
monitoring air di daerah aliran sungai
10
Gambar 1.2. Segitiga tekstur _Sangat dangkal: <
20cm
_Dangkal: 20 - 50cm
_Sedang: 50 - 75cm
_Dalam: > 75 cm
Horizonisasi tanah
merupakan bentukan
lapisan tanah secara
vertikal. Horison tanah
berbeda dengan lapisan
tanah. Horison tanah
dinyatakan dengan simbol
A, B dan C, sedangkan
lapisan tanah dinyatakan
dengan simbol I, II, III dst.
d. Horison tanah
11
Bentukan tanah ini merupakan cerminan perkembangan tanah yang
dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, bahan induk, vegetasi, organisme
dan waktu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melihat penampang
tanah adalah kedalaman horizon, baik pada horison atas maupun horison
bawah, keberadaan lapisan kedap air, dan permeabilitasnya. Pada jenis tanah
tertentu terdapat hambatan perkembangan yang ditandai dengan adanya
horison kedap air. Horison ini dapat menyebabkan proses infiltrasi
terhambat.
Tipe bahan induk secara umum akan mempengaruhi bentuk hidrograf aliran,
dimana DAS dengan jenis batuan yang kedap air seperti batu lempung
('shale') atau granit, akan menghasilkan hidrograf aliran dengan debit puncak
yang tinggi dan waktu konsetrasi yang relatif singkat. Sebaliknya DAS dengan
jenis batuan porus seperti batu kapur atau gamping akan menghasilkan
hidrograf aliran yang lebih landai dengan debit puncak yang rendah dan
waktu konsentrasi yang relatif lebih lama.
Vegetasi penutup lahan memegang peranan penting dalam proses intersepsi
hujan yang jatuh dan transpirasi air yang terabsorpsi oleh akar. Lahan dengan
penutupan yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan,
sehingga memperkecil terjadinya erosi percik ('splash erosion'), memperkecil
1.2.2. Bahan induk tanah (geologi)
1.2.3. Penutupan lahan
monitoring air di daerah aliran sungai
monitoring air di daerah aliran sungai
12
koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan,
khususnya pada lahan dengan solum tebal ('sponge effect'). Beberapa kelas
penggunaan lahan yang perlu diidentifikasi dalam melakukan analisis masalah
hidrologi adalah:
_Persentase tanaman pertanian
_Persentase rumput dan padang penggembalaan
_Persentase hutan
_Persentase pemukiman dan jalan kedap air
_Persentase padang rumput dan pohon yang tersebar
_Persentase lahan kosong
_Persentase rawa dan waduk
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait
dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan
proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter
tersebut adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola
aliran, dan gradien kecuraman sungai.
DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas
daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada
peta topografi.
Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir
menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu
konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang
terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang
diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk
DAS secara kuantitatif dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah
memanjang ('elongation ratio'/Re) dan kebulatan ('circularity ratio'/Rc).
'Elongation ratio' dihitung dengan rumus sebagai berikut:
dimana:
1.2.4. Morfometri DAS
a. Luas DAS
b. Bentuk DAS
=
Lb
A1/ 2
Re 1.129
2 Re = Faktor bentuk; A = Luas DAS (km ); Lb = Panjang sungai utama (km)
‘Circularity ratio' dihitung dengan rumus sebagai berikut:
dimana:
Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang
dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara
kuantitatif dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur
sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai
tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi
juga semakin besar.
Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya
terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai,
semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapat
ditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger.
Namun pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan
dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler,
alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde
pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde
2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor
orde yang paling besar (Gambar 1.3).
c. Jaringan sungai
2
4
P
Rc A
p
=
Rc= Faktor bentuk; A= Luas DAS ( km2 ); P= Keliling (perimeter) DAS (km)
13
Gambar 1.3. Penentuan orde sungai
dengan metode Strahler (1957)
(sumber:
www.fgmorph.com/fg_4_8.php)
monitoring air di daerah aliran sungai
Jumlah alur sungai suatu orde dapat ditentukan dari angka indeks